Indonesia Luncurkan Tiga Program untuk Tingkatkan Pelayanan Kanker

Berita

Fasilitas perawatan kanker utama milik Pemerintah Indonesia dan lembaga rujukan kanker utama, Pusat Kanker Nasional Dharmais di Jakarta Barat, telah memulai kerjasama dengan Universitas Indonesia (Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia), Universitas New Mexico (Albuquerque, New Mexico, USA), dan Tata Memorial Center (Mumbai, India) sebagai bagian dari upaya yang dipimpin pemerintah untuk meningkatkan diagnosis dan pengobatan kanker. Kolaborasi ini berpartisipasi dalam tiga program baru: Project Extension for Community Healthcare Outcomes (ECHO), Navigator Pasien Kanker (NAPAK), dan pengembangan kapasitas untuk perawat onkologi.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 273 juta jiwa, Indonesia merupakan negara kepulauan besar dengan lebih dari 17 000 pulau. Namun, negara ini hanya memiliki 139 ahli onkologi dan ahli hematologi di 17 provinsi, yang sebagian besar bekerja di rumah sakit di kota-kota besar. Akibatnya, banyak pasien kanker dari daerah lain di Indonesia cenderung datang ke Pusat Kanker Nasional Dharmais pada stadium lanjut penyakit.

Menurut angka resmi yang dipublikasikan pada tahun 2021, jenis kanker terbanyak di Indonesia adalah kanker payudara (42,1 kasus per 100.000 penduduk, dengan angka kematian 17 per 100.000 penduduk) dan kanker serviks (23,4 kasus per 100.000 penduduk, dan tingkat kematian 13,9 per 100 000 penduduk). Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada Mei 2022, beban kanker di Indonesia memang meningkat. Indonesia mencatat hampir 1,8 juta kasus kanker pada 2018 dibandingkan dengan 726.555 kasus pada 2014. Apalagi, lebih dari 70% pasien tersebut didiagnosis pada tahap akhir, yang menyebabkan hasil perawatan dan kelangsungan hidup yang buruk. Akses ke layanan perawatan kanker tidak merata di Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh tenaga ahli perawatan kanker yang tidak mencukupi, fasilitas kesehatan yang tidak memadai, dan distribusi geografis yang tidak merata di seluruh negeri.

Diantara tiga inisiatif baru, Proyek ECHO bekerja melalui model hub-and-spoke, di mana spesialis dari kota-kota besar dapat membagikan keahlian mereka dengan profesional kesehatan yang bekerja di daerah terpencil. Di bawah Proyek ECHO di Indonesia, pada awalnya Pusat Kanker Nasional Dharmais dan Rumah Sakit Sardjito yang berbasis di Yogyakarta akan bertindak sebagai hub. Melalui telekonferensi, spesialis dari pusat ini akan membahas kasus kanker yang sedang berlangsung dengan petugas medis yang bekerja di daerah terpencil dan mengambil tindakan yang diperlukan (misalnya, memeriksa laporan biopsi dan memberi nasihat tentang perawatan yang sesuai). Pada akhir 2024, koordinator Proyek ECHO menargetkan untuk memiliki setidaknya sepuluh hub dan 100 spoke di Indonesia.

Pendiri dan direktur Project ECHO, Sanjeev Arora (University of New Mexico Health Sciences Center) mengatakan kepada The Lancet Oncology bahwa, “Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan dalam mendapatkan perawatan best practice untuk pasien yang tersebar di ribuan pulau dan model ECHO cocok untuk menjembatani kesenjangan tersebut, menyatukan pakar kanker di Dharmais, Tata Memorial, dan Universitas Indonesia dengan penyedia layanan primer Indonesia dan petugas kesehatan garis terdepan melalui bimbingan virtual berkelanjutan.”

Dia menambahkan, “Melalui model ECHO, petugas kesehatan di daerah pedesaan memperoleh keahlian untuk mengobati kanker ini. Daripada tidak diobati, atau melakukan perjalanan ratusan atau ribuan mil, pasien bisa mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan dimana mereka tinggal. Harapan saya adalah kami terus mengembangkan kolaborasi ini dan memberikan perawatan kanker dengan praktik terbaik kepada semua orang yang membutuhkan.”

Konsep program kedua, NAPAK, adalah untuk menghubungkan pasien kanker dengan seorang navigator, yang akan membantu mereka dengan dokumen yang sulit di pusat kanker, memberikan dukungan kesehatan mental, dan mengawasi pengobatan mereka. Pusat Kanker Nasional Dharmais dan rumah sakit lain di Indonesia telah mengirimkan perwakilannya ke Tata Memorial Center di Mumbai, India, untuk mengikuti kursus pelatihan navigasi pasien kanker selama 1 tahun. Di Tata Memorial Center, para navigator yang disebut kevats, dilaporkan telah merawat lebih dari 400.000 pasien dalam 3 tahun terakhir.

Program ketiga melibatkan pelatihan perawat yang bekerja di layanan kanker di Indonesia. Negara ini bertujuan untuk memiliki setidaknya satu perawat onkologi bersertifikat per provinsi pada 2024. Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI) dan mitra sedang merencanakan pelatihan onkologi untuk perawat. Di Rumah Sakit Dr. Sardjito, program pelatihan dasar perawat onkologi diluncurkan pada November 2022.

Diptendra Sarkar (Institute of Post Graduate Medical Education and Research, Kolkata, India) mengatakan kepada The Lancet Oncology bahwa “ketiga program ini mungkin dapat mengatasi kekurangan perawatan kanker di Indonesia, termasuk keterlambatan diagnosis dan pengobatan kanker.” Dia menambahkan, “Program-program ini penting, karena kecuali sistem kesehatan mencapai pintu umum, diagnosis dini akan tetap sulit dipahami. Selain itu, sehubungan dengan kesinambungan pengobatan kanker, para navigator dapat memainkan peran penting.”


Penerjemah    : Salwa Kamilia, S.Gz
Penulis            : Manjulika Das
Sumber           : https://www.thelancet.com/journals/lanonc/article/PIIS1470-2045(23)00010-4/fulltext

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *