Reportase Webinar Paliatif Seri 12: Pengembangan Perawatan Paliatif di FKTP dan Home Care

Reportase Kegiatan

PKMK – Yogya. Alumni angkatan 80 Fakultas Kedokteran UGM bekerjasama dengan Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito, dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM menyelenggarakan webinar Perawatan Paliatif tahap 5 seri 12 yang mengangkat topik Pengembangan Perawatan Paliatif di FKTP dan Home Care pada Sabtu (17/12/2022). Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode hybrid, yakni secara daring melalui Zoom Meeting dan secara luring di Auditorium Rumah Sakit Akademik UGM. Webinar penutup dari rangkaian webinar perawatan paliatif yang telah diselenggarakan sejak bulan Maret ini membahas mengenai peran dinas kesehatan dalam pengembangan perawatan paliatif di FKTP, peran perawatan paliatif dalam menghadapi masalah penyakit kronis di FKTP, dan home care sebagai salah satu layanan paliatif di FKTP yang dimoderatori oleh dr. Novi Zain Alfajri, MPH.


Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Perawatan Paliatif di FKTP

Webinar perawatan paliatif seri 12 dibuka dengan penyampaian materi oleh drg. Pembajun Setyaningastutie, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY. Saat ini, jaminan kesehatan untuk penduduk DIY diatur oleh Balai Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (Bapel Jamkessos) yang merupakan UPT Dinas Kesehatan DIY. Bapel Jamkessos berperan dalam meningkatkan persentase penduduk miskin DIY yang mendapatkan layanan jaminan Kesehatan. Sementara itu, sistem jaminan kesehatan di DIY telah diatur dalam Pergub DIY Nomor 47 Tahun 2021 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Semesta. Sistem Jaminan Kesehatan Semesta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, kesehatan komplemen, dan kesehatan suplemen bagi penerima manfaat, yaitu penduduk DIY yang belum mempunyai jaminan kesehatan atau mempunyai jaminan kesehatan tetapi tidak ada paket manfaat yang diperlukan, dan/atau penyandang disabilitas.

Paket manfaat Jaminan Kesehatan Semesta mencakup program promotif dan preventif, kuratif, dan rehabilitatif, yang salah satunya adalah program home care paliatif. Home care paliatif ini diperuntukkan bagi penduduk miskin DIY dalam kondisi sakit yang sudah masuk pada tahap terminal. Adapun pelaksanaan home care dilakukan oleh Puskesmas dan/atau dokter keluarga yang sudah bekerja sama dengan Bapel Jamkessos DIY dengan mengikuti standar panduan tata laksana pelayanan home care sesuai kebutuhan medis pasien.


Peran Perawatan Paliatif dalam Menghadapi Masalah Penyakit Kronis di FKTP

Pada sesi kedua, dr. Maria Yunita Edhiyarti membuka materi dengan menyampaikan bahwa 90% pasien di FKTP merupakan pasien BPJS. Dalam penanganan penyakit kronis yang sulit disembuhkan, pasien dapat memanfaatkan program BPJS, yakni program rujuk balik (PRB) dan program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis). Perawatan paliatif dalam Prolanis sebenarnya akan memberikan banyak manfaat, di antaranya membantu pasien memahami apa yang sedang terjadi dengan dirinya dan beradaptasi; membantu keluarga pasien agar dapat mendampingi dengan sepenuh hati; memperlambat progresivitas penyakit; membantu pasien agar tetap beraktivitas dan produktif; serta membantu pasien menghilangkan stigma terhadap dirinya. Sayangnya, terdapat beberapa kendala untuk menjalankan perawatan paliatif secara optimal di FKTP, salah satunya karena perawatan paliatif hanya dapat diberikan saat pendampingan dan edukasi kepada pasien dan keluarga. Selain itu, tidak adanya tim paliatif, kurangnya SDM yang kompeten, serta keterbatasan waktu dan biaya juga menjadi kendala tersendiri.


Home Care Sebagai Salah Satu Layanan Paliatif

Pada sesi ketiga, Ibu Sugiarsih S.Kep., Ns., MPH membahas mengenai home care sebagai salah satu layanan paliatif. Menurut WHO, perawatan paliatif dapat diberikan di rumah, dan hal inilah yang mendasari adanya layanan home care untuk pasien paliatif. Pasien paliatif memiliki kebutuhan bio, psikososial, dan spiritual yang harus dipenuhi, dan merawat pasien dalam kondisi terminal juga menjadi beban yang besar bagi keluarga. Oleh karena itu, dengan adanya layanan home care yang komprehensif, melibatkan tim interdisiplin, dan menerapkan skema patient and family centered care, diharapkan dapat memberikan kenyamanan; meningkatkan kualitas hidup, kemandirian, dan kepuasan pasien; serta meningkatkan efisiensi layanan sehingga mengurangi hospitalisasi yang tidak diperlukan.

Sugiarsih juga menjelaskan kerangka pikir sistem layanan home care di FKTP. Diperlukan integrasi horizontal antara Puskesmas, PKK, dan Kader Kesehatan untuk memperhatikan pasien home care, terutama pasien paliatif yang membutuhkan dukungan sosial yang tinggi. Tentunya juga diperlukan integrasi vertikal untuk memberikan perawatan medis sesuai kondisi pasien.


Diskusi: Palliative Care Practice in the Concept of Hospital without Wall

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi yang difasilitasi oleh dr. Ronny Roekmito, M.Kes dan dihadiri oleh 4 orang panelis yaitu Dr. dr. Darwito, SH., Sp.B(K)Onk., Dr. dr. Maria A. W, MPALLC, Dr. dr. Probosuseno, SpPD-KGer, FINASIM, SE, MM, dan Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D. Sebagai direktur utama RSA UGM, Darwito menjelaskan awal mula didirikannya layanan home care di RSA UGM, yang dilatarbelakangi karena kurangnya tempat tidur untuk menampung pasien saat pandemi COVID-19 sehingga dibentuklah layanan home care untuk memfasilitasi pasien yang dirawat di rumah. Saat ini, masyarakat sangat antusias dengan layanan home care RSA UGM, bahkan dalam 1 bulan jumlah pasien yang dilayani mencapai 400 orang. Untuk itu diperlukan kesiapan SDM baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Menurut Maria, skill utama yang harus dimiliki tenaga kesehatan dalam memberikan perawatan paliatif home care adalah skill komunikasi, bagaimana membantu pasien dan keluarga dalam membuat keputusan terkait tindakan yang ditawarkan oleh dokter primer, dan bagaimana memberikan pendampingan untuk aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Probosuseno menambahkan, perawatan paliatif harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan untuk skill-skill tertentu, seperti komunikasi terapeutik, nutrisi paliatif, ilmu kebersihan, dan ilmu istirahat. Beralih pada prospek pembiayaan home care paliatif di masa depan, Laksono menyampaikan bahwa diperlukan suatu model pendanaan yang kreatif, misalnya pendanaan dari Dinas Sosial melalui APBD atau pendanaan dari filantropi/kemanusiaan, agar layanan home care juga dapat diakses oleh masyarakat miskin.


Diskusi: What’s Next?

Melanjutkan kegiatan, diadakan sesi diskusi untuk membahas “what’s next?” yang difasilitasi oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D dan diikuti oleh 6 orang panelis yaitu dr. Ronny Roekmito, M.Kes, Dr. dr. Darwito, SH., Sp.B(K)Onk., Dr. dr. Maria A. W, MPALLC, dr. Agus Ali Fauzie, PGD. Pall. Med (ECU) selaku Ketua MPI Pusat, Dr. dr. Probosuseno, SpPD-KGer, FINASIM, SE, MM selaku Ketua MPI DIY, dan dr. Rudi Putranto, SpPD, K.Psi, FINASIM, MPH selaku perwakilan MPI DKI Jakarta. Saat ini kebutuhan akan layanan paliatif semakin meningkat, namun masih terhambat karena terbatasnya jumlah ahli paliatif. Untuk itu, dalam diskusi ini dibahas apakah mungkin mengembangkan program clinical attachment paliatif untuk meningkatkan kompetensi dokter umum, perawat, atau dokter spesialis? Hal ini masih masih memerlukan diskusi lebih lanjut.


Reporter: Salwa Kamilia Cahyaning Hidayat, S.Gz. Materi kegiatan silakan klik DISINI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *