Reportase Webinar Paliatif Seri 8: Aspek Psikologis dalam Perawatan Paliatif

Reportase Kegiatan

PKMK-Yogya. Alumni angkatan 80 FK UGM bekerjasama dengan Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito, dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan webinar Perawatan Paliatif tahap 4 seri 8 yang mengangkat topik Aspek Psikologis dalam Perawatan Paliatif pada Sabtu (15/10/2022). Webinar ini telah membahas mengenai peranan perawat dalam menyediakan dukungan psikologis bagi pasien paliatif; respon psikologi dan dampaknya pada aspek fisik, sosial, dan spiritual pasien paliatif; loss, grief, and bereavement; serta tata laksana cemas dan depresi pada perawatan paliatif. Webinar seri 8 ini dimoderatori oleh dr. Tika Prasetiawati, SpKJ.

The Role of Nurses in Providing Psychological Support in Palliative Care

Webinar perawatan paliatif seri ke-8 dibuka oleh Prof. Olga Ehrlich, PhD, RN, CHPN dari Oakland University. Berdasarkan pedoman dari Hospice and Palliative Nurses Association (HPNA), perawat paliatif berperan dalam menilai, serta mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perawatan yang memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien, dengan menggunakan pendekatan holistik dan berbasis bukti. Perawat paliatif juga harus melakukan penilaian ulang dan mengevaluasi kondisi pasien secara berkelanjutan agar konsisten dengan tujuan perawatan. Tak hanya itu, saat menjelang ajal dan setelah kematian pasien, perawat diharapkan dapat memberikan dukungan untuk mengatasi penderitaan, kesedihan, dan dukacita keluarga pasien. Aspek psikologis pasien yang perlu dinilai adalah perasaan cemas, depresi, putus asa, dan pikiran untuk bunuh diri. Tool assessment yang umum digunakan adalah ESAS (Edmonton Symptom of Assessment Systom) untuk menilai tingkat anxiety dan depresi pasien.

Skill utama yang paling dibutuhkan perawat paliatif untuk memberikan dukungan psikologis pada pasien adalah komunikasi yang penuh kasih sayang. Untuk mempraktekkannya, perawat perlu mengetahui value yang dianut, menunjukkan ketertarikan yang tulus terhadap masalah pasien, menunjukkan empati terhadap apa yang pasien rasakan, mengklarifikasi apa yang ingin didiskusikan oleh pasien, dan tetap hadir di saat-saat terberat.

Respon Psikologi dan Dampaknya (Aspek Fisik, Sosial dan Spiritual)

Pada sesi kedua, Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si, Ph.D membuka materi dengan menjelaskan bahwa aspek psikologis pasien kanker sangat perlu dipahami karena morbiditas psikologis pada kelompok tersebut cukup tinggi. Adanya dukungan emosional dan psikologis saat diagnosis dan pengobatan penyakit kanker dapat memberikan berbagai dampak positif, diantaranya meningkatkan kualitas hidup pasien, meningkatkan kepatuhan pasien untuk menjalani pengobatan, serta mengurangi rasa tertekan dan cemas yang dialami pasien.

Penelitian kualitatif yang telah dilakukan oleh Yayi dan tim di Yogyakarta menunjukkan bahwa perjalanan penyakit kanker payudara sangat bervariasi di antara pasien. Umumnya, kecemasan sudah mulai dirasakan pasien sejak sebelum terdiagnosis, dan akan semakin bertambah setelah pasien didiagnosis kanker. Menurut Yayi, respon emosional yang normal diawali oleh rasa syok dan tidak percaya, kemudian diikuti oleh distress, dimana muncul rasa cemas dan marah, tetapi pada akhirnya pasien dapat menyesuaikan diri. Namun jika distress terjadi berlarut-larut, maka dapat menimbulkan masalah serius seperti depresi, kecemasan, panik, isolasi sosial, dan krisis eksistensial dan spiritual. Untuk mengatasi hal itu, maka diperlukan dukungan keluarga dan tenaga kesehatan yang mampu memahami perasaan pasien, karena hal ini berkaitan dengan keputusan klinis, perilaku staf terhadap pasien, kualitas layanan yang diberikan, serta risiko burn out pada staf medis yang dapat berdampak pada tidak optimalnya pemberian layanan bagi pasien.

Loss, Grief, and Bereavement

Pada sesi ketiga, Prof. Dr. dr. Marlina S. Mahajudin, SpKJ(K) PGD Pall Med (ECU) menjelaskan peran petugas perawatan paliatif dalam menghadapi keluarga yang berduka setelah ditinggalkan pasien. Pada kejadian sudden death/unexpected death, orang yang ditinggalkan akan menunjukkan reaksi syok, diliputi rasa bersalah jika tidak bisa berada di saat-saat terakhir, atau mengalami trauma besar karena menyaksikan kematian orang yang dicintai. Penyedia perawatan paliatif harus mampu menjadi sahabat bagi keluarga dan teman pasien yang tengah berduka, dengan mendengarkan, memahami kebutuhan mereka, serta menyediakan lingkungan yang nyaman agar mereka yang ditinggalkan dapat bangkit kembali. Sedangkan pada anticipatory death dimana pasien sudah tahu bahwa dia akan meninggal, 70% pasien tetap merasakan ketakutan. Begitu pula keluarga pasien yang cemas sehingga bersikap berlebihan, tak berdaya, atau justru menjauh. Oleh sebab itu, pendampingan duka cita harus dilakukan dari awal.

Berdasarkan teori, proses duka cita akan berakhir dalam 6 bulan. Namun jika setelah 6 bulan seseorang masih terus berduka, maka kondisi tersebut dapat memicu timbulnya gangguan jiwa. Dalam hal ini, petugas paliatif berperan dalam mendampingi keluarga yang ditinggalkan dalam mengatasi perasaan loss dan loneliness, tentunya dengan menjaga perkataan, memberi waktu untuk berpikir, mendengarkan sambil menganalisis tipe attachment dan intimacy yang dimiliki keluarga dengan pasien, serta mengobservasi siapa orang terdekat yang dapat memberikan kenyamanan.

Tata Laksana Cemas dan Depresi pada Perawatan Paliatif

Di sesi terakhir, Dr. dr. Bambang Hastha Yoga Sp.KJ membuka materi dengan menjelaskan bahwa pasien kritis dengan sisa hidup terbatas serta keluarganya sering mengalami ansietas yang tinggi, sehingga mekanisme koping yang digunakan menjadi tidak efektif. Perawatan paliatif seharusnya dapat memberikan jawaban atas kondisi tersebut. Diharapkan dengan pemberian perawatan paliatif yang tak hanya mengendalikan gejala fisik namun juga psikologis, sosial, dan spiritual, pasien dan keluarga dapat merasa lebih tenang dan dapat menerima kenyataan, sehingga pasien dapat meninggal dalam kondisi nyaman.

Tata laksana cemas pada pada pasien paliatif mencakup terapi spiritual, terapi kognisi perilaku, terapi relaksasi napas, relaksasi otot, hipnoterapi, hingga farmakoterapi. Terapi spiritual dengan mendekatkan diri kepada Tuhan diharapkan dapat mengurangi kegelisahan pasien dalam menghadapi saat-saat terakhirnya. Sementara itu, terapi kognisi perilaku dilakukan dengan memperbaiki cara pikir pasien pasien dan keluarga, serta melatih pasien untuk mempraktikkan kebiasaan positif agar meningkatkan kualitas hidup pasien. Jika gejala cemas susah ditangani dan ada gangguan yang timbul, maka psikiater akan meresepkan lorazepam untuk menenangkan dan mengurangi kecemasan pasien. Selain cemas, pasien paliatif juga kerap kali merasa kecewa dan marah dengan kondisinya sehingga memicu timbulnya depresi. Terapi yang diterapkan untuk tatalaksana depresi pada pasien paliatif meliputi terapi spiritual, perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat, psikoterapi suportif, dan hipnoterapi. Reporter: Salwa Kamilia Cahyaning Hidayat, S.Gz


Materi Kegiatan silahkan klik DISINI

Video Rekaman Kegiatan

1 thought on “Reportase Webinar Paliatif Seri 8: Aspek Psikologis dalam Perawatan Paliatif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *