Yogyakarta 16 April 2022. Dalam rangka Annual Scientific Meeting Dies Natalis FK KMK UGM 2022, Alumni angkatan 80 FK UGM bekerjasama dengan Kagamadok dan Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM menyelenggarakan webinar Perawatan Paliatif bagian 2: Penelitian dan Pendidikan Perawatan Paliatif pada Sabtu (16/4/2022). Mengusung tujuan untuk memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar perawatan paliatif yang diaplikasikan sesuai budaya Indonesia, penelitian, serta pendidikan yang memadai, webinar ini dimoderatori oleh Dr. dr. Probosuseno, Sp.PD-KGer, FINASIM, SE, MM.
Penelitian Lintas Profesi sebagai Dasar Layanan Paliatif dan Kebijakan Pemerintah

Adi menyampaikan bahwa pelayanan paliatif masih neglected atau terabaikan padahal kebutuhan akan pelayanan ini sangat tinggi. Pelayanan paliatif tidak hanya untuk yang lanjut usia, tetapi untuk semua usia. Menariknya adalah layanan ini lebih banyak disediakan oleh RS non-profit dan pemerintah.
Sebuah penelitian pada 2021 menunjukkan bahwa perawatan yang paling penting untuk pasien menjelang ajal adalah penanganan terhadap nyeri dan ketidaknyamanan. Namun, penelitian ini mayoritas dilakukan di negara maju, sehingga perlu kajian lebih lanjut mengenai hal yang sama di Indonesia. Riset di bidang palliative care di Asia Pasifik secara trend meningkat, meskipun jika dibandingkan dengan riset – riset di bidang pencegahan dan pengobatan penyakit, riset di bidang palliative care masih jauh lebih rendah. Sedangkan di Indonesia, tentunya kita masih perlu mengejar lebih jauh.
Terkait level perkembangan layanan paliatif, Indonesia masih tergolong sebagai isolated provision, yang menunjukkan bahwa tingkat pelayanan paliatif di Indonesia masih rendah. Tidak dipungkiri, hal ini juga terkait dengan pengembangan layanan melalui riset – riset. Riset di bidang palliative care menghadapi banyak tantangan seperti pendanaan, SDM peneliti yang masih sangat sedikit dibanding kebutuhan risetnya, adanya kesan bahwa ketika memberikan pelayanan paliatif artinya sudah menyerah terhadap perawatan pasien, merupakan topik yang sensitif, dan juga kapasitas institusi. Dengan berbagai tantangan tersebut, jumlah clinical trial di bidang palliative care tidak banyak. Sebagian besar riset palliative care menggunakan metode kualitatif dan cross sectional study, dan masih sedikit yang menggunakan studi intervensi. Beberapa topik riset pelayanan palliative diantaranya terkait model pelayanan, kesinambungan layanan, pelatihan dan pendidikan, kesetaraan layanan, komunikasi, preferensi dan pengalaman pasien, dan memahami kebutuhan dan pentingnya perawatan oleh keluarga.
Implementasi Prinsip Dasar Perawatan Paliatif sesuai Kondisi dan Budaya Masyarakat serta Kebijakan Pemerintah

Dalam paparannya, Maria menjelaskan bahwa salah satu fokus dalam perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga. Palliative care mencakup banyak proses tidak hanya terkait penyakit terminal atau menjelang kematian. Bahkan di awal perawatan pun pasien dapat membutukan pelayanan paliatif. Pada awalnya, perawatan paliatif ditujukan untuk pasien kanker dan kian berkembang lebih luas. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sebagian besar pasien kanker ditemukan dalam stadium lanjut. Selain itu, pasien yang didiagnosis lebih awal pun tidak menutup kemungkinan akan berakhir dengan kondisi terminal. Di Indonesia, perhatian terhadap pasien yang memiliki kondisi terminal masih sangat sedikit. Pada kondisi apapun, dalam disease trajectory nya, pasien hidup di tengah masyarakat. Sehingga dalam World Health Assembly (WHA) tahun 2014 disampaikan bahwa palliative care ini harus lebih dikembangkan di pelayanan primer. Sekarang ini palliative care menjadi salah satu program yang sedang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan.
Dilema yang dihadapi oleh para dokter ketika akan memberikan perawatan palatif, kadang bisa datang dari keluarga pasien sendiri yang merasa takut dan juga dari dunia pendidikan yang salah satunya terkait dengan sertifikasi pemberi pelayanan paliatif. Perspektif yang masih perlu diluruskan tentang perawatan paliatif dapat dilihat dari dua sisi; masyarakat dan kedokteran. Pandangan masyarakat misalnya bahwa pasien paliatif sudah tidak diobati lagi dan pandangan bahwa meninggal di RS lebih baik daripada di rumah. Sedangkan dari perspektif kedokteran misalnya adanya pandangan bahwa kematian pasien adalah bentuk kegagalan dan keyakinan bahwa pemberian pengobatan harus sampai titik darah penghabisan.
Dalam pemberian pelayanan paliatif perlu menerapkan prinsip – prinsip dasar perawatan paliatif seperti penatalaksanaan gejala, menghormati kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal, tidak bertujuan untuk mempercepat atau menunda kematian, menghindari tindakan yang sia – sia, menempatkan pasien sebagai pusat pengambilan keputusan, mengintegrasikan aspek psikologi – emosi – spritual dan sosial dalam perawatan, menyediakan sistem dukungan untuk pasien dan keluarga, dan menggunakan pendekatan tim. Dalam mengimplementasikan prinsip – prinsip dasar ini perlu mempertimbangkan faktor kebijakan dan budaya agar tidak berbenturan satu sama lain, namun bagaimana agar dua faktor ini saling mendukung satu sama lain.
Peran Pendidikan Kedokteran dalam Menyiapkan Tenaga Layanan Paliatif

Kurikulum kedokteran, umumnya menggunakan timeline: dasar – para klinik – simulation – pendidikan klinik. Pada level dasar, ketika belajar anatomi, mahasiswa belajar dari tubuh orang yang sudah meninggal. Jadi, pada dasarnya kurikulum medis dimulai dari tubuh orang yang meninggal. Dalam memberikan perawatan paliatif perlu keterampilan komunikasi di semua siklus kehidupan manusia; dari bayi-toddler-usia sekolah-remaja-dewasa-lansia karena proses kematian dapat terjadi pada semua fase siklus kehidupan. Selain siklus kehidupan manusia, ada juga siklus kehidupan keluarga yang perlu menjadi perhatian. Ini juga yang nantinya akan menentukan pola komunikasi dan bagaimana memberdayakan sosial support. Pasalnya pasien dapat mengalami proses kematian di tingkatan siklus kehidupan dan siklus keluarga yang berbeda, maka perlu pendekatan yang berbeda pula dalam berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, yang harus disesuaikan dengan tahap siklus yang dialaminya. Selain itu, pemberian palliative care perlu mempertimbangkan pasien, pasangan, keluarga, teman-teman, profesi kesehatan, serta lingkungan fisik dan fasilitas. Inilah yang menjadikan pelayanan paliatif merupakan hal yang komplek.
Selanjutnya, Mora mengenalkan tentang spesialis kedokteran keluarga. Hal yang dipelajari oleh kedokteran keluarga di antaranya bagaimana mengelola pasien secara holistik dan komprehensif. Anamnesa dilakukan secara holistik dengan memasukkan pengkajian tentang dinamika keluarga, family assessment tools, serta lingkungan fisik rumah dan pekerjaan. Diagnosis juga dilakukan secara holistic yaitu selain melakukan diagnosis medis juga melakukan diagnosis psikososial dan komunitas. Selain itu, penatalaksanaan penyakit dilakukan secara komprehensif yang meliputi intervensi medis, interventi psikososial, palliative care, dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas kedokteran keluarga ini merupakan tugas yang komplek.
Kurikulum palliative care perlu dimasukkan dalam pendidikan dokter dan pendidikan spesialis kedokteran keluarga. Namun, dari semua list materi kurikulum yang beliau paparkan, belum semuanya ada di dalam kurikulum saat ini. Sehingga ini menjadi PR bersama bagaimana mengintegrasikan materi-materi tersebut di dalam kurikulum saat ini seperti; aspek komunikasi – budaya – psikolosi – spiritual, emergency in palliative care, palliative care di berbagai layanan dan kelompok usia, etika dalam pelayanan paliatif, penggunaan opioid, dan sebagainya.
Perawatan Paliatif dalam Pendidikan Keperawatan

Perawatan paliatif tidak hanya untuk lansia, tetapi anak – anak dan remaja juga bisa membutuhkan perawatan itu. Palliative care itu harusnya menjadi pillar dari human healthcare system sehingga perawat juga perlu menyiapkan diri sebagai bagian dari tim interhealth professional. Sebagaimana dipahami bahwa sebagian besar tenaga kesehatan di Indonesia adalah perawat dan perawat merawat pasien selama 24 jam sehingga sangat krusial bagi perawat untuk memahami perawatan palliative.
Modul perawatan paliatif bagi perawat masih minim dan belum ada standar. Perawatan palliative sudah masuk kurikulm AIPNI. Namun, secara praktik klinis belum ada kesepakatan terkait standar kompetensi perawatan palliative antara lulusan D3, S1, dan S2. Selain itu persepsi perawat terkait perawatan palliative masih bervariasi dan ini wajar karena Indonesia sangat luas dan terdiri dari banyak budaya. Selian itu, belum ada himpunan perawat palliative, dan ini menjadi kunci perkembangan pelayanan palliative bagi perawat. Christantie juga menjelaskan mengapa perawat perlu memahami konsep perawatan paliatif. Perawat itu tenaga professional yang menghabiskan waktunya lebih banyak bersama pasien ketika pasien menghadapi end of life dibanding tenaga kesehatan lain. Namun, banyak dari perawat sendiri yang belum memahami perawatan pada kondisi terminal. Sehingga setiap perawat perlu paham basic palliative care.
Praktik keperawatan dan perawatan paliatif memiliki kesinambungan yaitu pemberian perawatan secara holistic yang meliputi bio-psiko-sosio dan spiritual pasien. Oleh karena itu, fakultas atau pendidikan memiliki peran penting untuk memasukkan perawatan paliatif di dalam kurikulum. Tidak cukup dengan menjadikan perawatan paliatif sebagai program unggulan, yang lebih penting adalah bagaimana perawatan palliative itu diaplikasikan dalam praktik keperawatan. Dan ini adalah langkah awal untuk mewujudkan perawatan paliatif yang komprehensif ke depannya. Perawat hendaknya mampu memberikan perawatan palliative dasar baik di pelayanan primer maupun sekunder, dengan atau tanpa sertifikasi khusus sebagai ahli palliative care. Namun, hendaknya selain dibekali dengan pendidikan formal selama kuliah, juga perlu ditambah dengan pelatihan – pelatihan.
Reporter: W. Hidayah
VIDEO REKAMAN
1 thought on “REPORTASE WEBINAR 2: PENELITIAN DAN PENDIDIKAN PERAWATAN PALIATIF”